Selembar Uang, Berkorban Celaka (Cerpen) Oleh Dita F. Alverina


Angin bertiup sangat kencang, matahari pun hanya memancarkan secerca sinarnya, padahal saat itu waktu menunjukkan pukul 11 siang, suhu udara mulai menurun,  hujan sepertinya akan segera datang. Di dalam sebuah rumah kontrakan di pinggiran sungai, daerah Bandung Timur, seorang wanita yang sudah lanjut usia umurnya kira-kira 60 tahunan mencoba menenangkan seorang bayi yang terus-menerus menangis.

Penampilannya seperti seorang ibu rumah tangga biasa, daster panjang berwarna ungu dengan corak bunga putih melekat di tubuhnya, kerudung putih yang warnanya sudah kekuningan selalu ia pakai untuk menutupi mahkotanya, dan satu hal yang selalu ia pakai yaitu sebuah kacamata minus, badannya yang tidak terlalu gemuk, tingginya sekitar 168cm cukup semampai bagi seorang wanita yang sudah lanjut usia,  Ua Esih, begitulah orang-orang dan tetangga dekat kontrakannya memanggilnya.

Sejak tiga bulan terakhir, semenjak anaknya Ua Esih, Ani, menitipkan kedua jagoannya kepada Ua Esih. Ua Esih menjadi kelimpungan, hari-harinya selalu ditemani oleh teriakan dan tangisan dari cucu-cucunya itu. Ani bukan tanpa sebab menitipkan anaknya kepada Ibunya, suami Ani meninggalkan dirinya dan ternyata suaminya telah menikah lagi dengan wanita lain, hal ini mengakibatkan Ani dan kedua anaknya terlantar, karena tidak lagi diberi nafkah oleh sang suami. Oleh sebab itu, Ani harus banting tulang membiayai keluarga. Kebetulan ia mendapat pekerjaan di Jakarta yang menyebabkan dirinya harus meninggalkan kota Bandung.

Di rumah kontrakan, Ua Esih tinggal dengan cucunya yang lain bernama Redi, ibu Redi telah lama meninggal dunia sejak Redi berusia lima tahun dan sekarang dia sudah berumur 12 tahun. Sehingga Redi sejak kecil diasuh oleh nenek dan kakeknnya, yakni Ua Esih dan suaminya. Redi merupakan anak yang hyperactive, tidak mau diam. Enam bulan yang lalu suami Ua Esih sakit stroke, setelah berjuang melawan penyakitnya, akhirnya beliau dipanggil oleh Maha Kuasa. Dan sekarang, Ua Esih tinggal dengan ketiga cucu laki-lakinya, yaitu Redi, dan kedua anak Ani, yakni Yudha dan Razak.

Keadaan ekonomi yang kurang baik, membuat kehidupan Ua Esih dan cucunya mengalami kesusahan. Suatu hari yang mendung, sejak pagi mereka belum menyantap makanan sedikitpun. “Mah, lapar eung.” Ungkap Redi ketika membuka meja makan yang isinya hanya panci kosong. Tanpa menghiraukan omongan cucunya, Ua Esih masuk ke dapur, matanya menatap ke seluruh sudut dapur, wadah demi wadah ia buka, beras pun tidak ada, apalagi sayur-mayur. “Ntar de, beli dulu berasnya.” Tutur Ua Esih mencoba memberi harapan pada Redi. Redi dan Yudha memang selalu memanggil dengan sebutan ‘Mamah’ pada neneknya itu.

Sementara itu, Razak yang masih balita sedang tertidur dan tiba-tiba menangis, sehingga Yudha ikut terbangun karena suara tangisan itu. “Yud, mandi dulu jug.” Ujar Ua Esih sambil menggendong Razak dan membawanya keluar kamar.
Waktu sudah menunjukkan pukul 9 pagi, tapi matahari enggan membagi sinarnya untuk menghangatkan bumi. Udara dingin masuk ke setiap celah-celah rumah kontrakan Ua Esih, hal ini membuat perut kosong Ua Esih dan cucunya semakin perih. Termasuk razak yang sejak tadi tidak hentinya menangis. Ia tahu bahwa persediaan susu Razak telah habis, sejak sore kemarin. “Mah, Dede mau pergi ke rumah temen heula nya.” Ungkap Redi pamit kepada neneknya. Biasanya Redi selalu meminta uang sebelum ia pergi dari rumah, tetapi saat itu, ia tahu bahwa neneknya tidak memilki uang, sehingga ia tidak meminta sepeser uangpun dan langsung pergi.

Suara tangisan Razak semakin memekakan telinga Ua Esih, ia mengisi botol susu Razak dengan air teh manis hangat, lalu memberikan pada Razak. Sementara waktu, Razak terdiam menikmati air teh manis tersebut. Sambil terus menggendognya dalam keadaan berdiri, Ua Esih berkata, “Jeep, jeep, suut, suut.” Kata Ua Esih sambil menepuk-nepuk pantat Razak.

Setelah selesai mandi, lalu memakai baju bola berlogo real madrid, Yudha langsung pergi dan mengambil sepedanya untuk bermain. Terlihat teman-teman Yudha sambil mengendarai sepeda masing-masing sudah berkumpul di depan jalan rumahnya.
Air teh manis dalam botol Razak sudah habis, diluar tiba-tiba hujan mulai turun, Ua Esih mulai khawatir dengan kedua cucunya yang hingga pukul 11 siang belum pulang, “Kamarana barudak teh, hujan-hujan kieu bukannya diam di rumah!” Ungkap Ua Esih menggertak pada dirinya sendiri sambil melihat ke luar jendela.

Razak terus menerus menangis, tangisannya semakin keras hingga seperti berlomba dengan suara hujan yang deras. Ua Esih bingung, karena dia sama sekali tidak mempunyai uang sepeserpun, Razak tetap tidak mau berhenti menangis meski sudah di gendong oleh neneknya. Lama kelamaan Ua Esih kesal, akhirnya membiarkan Razak terbaring di atas kursi, sambil terus menangis. Ua Esih mengerutkan kening dengan tangannya, ia menatap tajam ke arah cucunya itu, ia paham, ia merasa berdosa membuat cucunya dalam keadaan lapar. Setiap kali melihat Razak, hatinya benar-benar sakit, seperti ingin menangis. Razak yang ketika masih ada sang Ayah, selalu terpenuhi kebutuhannya, sedangkan sekarang keadaan berbanding 180 derajat dengan kehidupannya dahulu yang serba berkecukupan. Sekarang harus menahan lapar karena sang Nenek selalu berada dalam kesusahan, jangankan untuk membeli susu, untuk makanpun kadang terpenuhi kadang tidak.

Hujan malah semakin deras, kekhawatirannya semakin tinggi, sebenarnya jika tidak hujan deras, Ua Esih akan pergi meminjam uang ke rumah adiknya yang tidak terlalu jauh dari rumah kontrakannya. Meminjam pada tetangga itu tidak mungkin, karena ia tidak terlalu akrab dengan mereka. Dalam benaknya, ia berkata, “ternyata jauh dari saudara atau keluarga tidak enak”

Waktu sudah menunjukkan pukul 1 siang, Yudha dan Redi belum juga pulang. Razak dengan sendirinya berhenti menangis, mungkin dia kelelahan, hingga akhirnya ia tertidur di pangkuan Ua Esih. Mata Ua Esih sedikit berlinang, ketika menatap cucunya yang masih balita itu tertidur. Setelah itu, ia langsung mengambil air wudhu untuk mendirikan shalat dzuhur. Ia meminta kepada Tuhan, agar keluarganya selalu dilindungi oleh Tuhan, dan ia selalu meminta agar diberi kekuatan dalam menghadapi cobaan-cobaan hidup. 

Televisi menyala dari tadi, tetapi Ua Esih tidak fokus menonton tv, ditambah suara petir yang menyambar mengakibatkan perasaannya semakin tidak karuan memikirkan kedua cucunya yang berada di luar.
Tiba-tiba disaat suara petir menggelegar, Yudha datang dalam keadaan basah kuyup, baju bolanya kotor dipenuhi lumpur, satu hal yang mengagetkan adalah kepalanya berdarah, sambil membuka pintu, seraya berkata “Assalamualaikum, mah ini Yudha dapat uang.” Tutur Yudha menyodorkan uang lima puluh ribu kepada neneknya.
“Waalaikum salam, Yudhaaa kamu teh darimana saja, kotor kitu, itu kenapa kepalamu berdarah.” Seru Ua Esih yang asalnya akan marah,  tetapi ia pendam karena melihat kepala Yudha yang bercucur darah.

“Mah, ini Yudha dapat uang.” Ungkap Yudha sekali lagi, sambil terus menyodorkan selembar uang itu pada Ua Esih.

“Uang darimana ini teh? Kamu nyuri ya, dari siapa jangan bohong kamu!” Ujar Ua Esih memarahi Yudha.

Kepala Yudha geleng-geleng, badannya kedinginan, sesekali menggigil, “Gak Mah, Gak, ini tadi dikasih sama orang, beneran dikasih gak ngambil Yudha mah.” Sahut Yudha meyakinkan neneknya itu.

“Bener kamu gak nyuri, nak?” Tanya Ua Esih sekali lagi. “Beneran Mah, Yudha ga nyuri, ini di kasih orang.” Ujar Yudha dengan nada sedikit kesal. Akhirnya Ua Esih mempercayai apa yang dikatakan cucunya, tanpa menanya dari siapa uang itu dan kenapa kepala Yudha berdarah, Ua Esih langsung menyuruh Yudha membeli susu ke supermarket mini terdekat, “Alhamdulillah atuh, sok pangbeliin susu buat si Razak, sekalian mie instan sama telor setengah kilo.” Ungkap Ua Esih.

Hujan masih deras, tanpa berpikir panjang, karena mungkin terlalu senang, Ua Esih malah menyuruh Yudha yang sedang terluka untuk membeli barang makanan. Setelah Yudha pergi, Ua Esih baru sadar, bahwa cucunya sedang terluka, ia berkata pada dirinya sendiri, “Ya Allah, Astagfirulloh, kasihan si Yudha kepalanya kan tadi bercucur darah, kenapa saya suruh pergi lagi.” Tuturnya menyesal.

Setelah itu, selang berapa menit kemudian Redi pulang, keadaannya basah kuyup juga. “De, darimana ai kamu, cepat mandi sekalian keramas, biar ga sakit kepala.” Kata Ua Esih sambil melemparkan sebuah handuk.

Yudha datang dengan membawa barang beliannya, Ua Esih langsung membersihkan darah yang berada di kepala Yudha dengan sebuah kain. Lalu menyuruhnya untuk mandi dan mengganti baju.

Ua Esih pergi ke dapur, menyalakan kompor gasnya untuk memasak mie instan. Ia melihat Yudha menciumi kening adiknya yang sedang tertidur. Saat mereka sedang menikmati mie instan, Razak terbangun. Sesegera mungkin Ua Esih membuatkan susu yang sudah dibeli Yudha tadi. Razak tidak menangis lagi, dia mulai senang dan bermain dengan kakak-kakaknya.

Hari semakin sore, hujan mulai berhenti. Hingga matahari terbenam, Yudha mengatakan sesuatu pada neneknya, “Mah, tadi Yudha teh ditabrak motor, pas naik sepeda, terus orang yang naik motor itu ngasih uang lima puluh ribu.” Tutur Yudha sambil menyunggingkan sebuah senyuman. “Astagfirullohaladzim, Yudhaa.” Ujar Ua Esih, matanya meneteskan air mata lalu memeluk Yudha. Dalam hatinya terbesit kata-kata “Apa harus terluka dulu, baru bisa mendapat uang.”

Go-Blogging Bagi Jurnalis Online


Berdasarkan Wikipedia, Social Media adalah information content created by people using highly accessible and scalable publishing technologies. Artinya sebagai realisasi konsep web, media yang kontennya diciptakan oleh masyarakat umum (User) dengan dukungan teknologi. Bentuk fisik dari social media: blog, microblog, social networking site, photo sharing, video sharing, dll.

Blog salah satu konten website, website adalah sekumpulan halaman yang tersedia di internet yang terhubung dengan halaman lain (linked). Website terdiri dari blog, clog self hosting & domain, dan script (mendesain sendiri). 

Blog merupakan kependekan dari Weblog, istilah yang pertama kali digunakan oleh Jorn Barger pada bulan Desember 1997. Jorn Barger menggunakan istilah Weblog untuk menyebut kelompok website pribadi yang selalu diupdate secara kontinyu dan berisi link-link ke website lain yang mereka anggap menarik disertai dengan komentar-komentar mereka sendiri. 

Secara garis besar, Weblog dapat dirangkum sebagai kumpulan website pribadi yang memungkinkan para pembuatnya menampilkan berbagai jenis isi pada web dengan mudah, seperti karya tulis, kumpulan link internet, dokumen-dokumen (file-file Word,PDF,dll), gambar ataupun multimedia.  Para pembuat blog dinamakan Blogger.

Calon jurnalis online harus terampil dalam mengolah blog, alasannya karena dari tulisan yang ia posting dalam blognya bisa menjadi sebuah berita. Kita bisa mengetahui, minat dan bakatnya, dari cara dia menulis di ranah media online melalui blognya. Seberapa sering dia memposting tulisannya lewat blog, dan apa tulisan itu bisa dikategorikan sebagai berita online atau tidak. 

Selain dari tulisan, nge-blog bagi calon jurnalis online juga mempunyai arti bisa mengotak-ngatik tampilan blognya, termasuk didalamnya mengedit foto, dan video dalam blog agar terlihat menarik, clean and fast loading maksudnya sat oranglain akan mengunjungi web atau blog kita tentunya blog kita harus bersih dari hal-hal yang mengganggu dan tidak penting (clean), sedangkan fast maksudnya cepat dalam mengakses log kita , dan bermanfaat serta menginspirasi orang banyak.

Blogging menjadi top nine skill jurnalis online, karena blogging sangat penting dalam kehidupan jurnalis online. Contohnya, jika jurnalis media massa mendapatkan sebuah berita kontroversial yang tidak sesuai dengan ideologi media atau pengiklan, maka berita itu sudah pasti tidak akan di muat atau di tayangkan oleh media itu.  Jalan lain adalah menulisnya di blog pribadi. 

Fungsi blog bagi jurnalis online, selain sebagai curhat pribadi berbentuk tulisan, jurnalis bisa menceritakan berita yang tidak di muat dalam media massa tempat dia bernaung, dan menceritakan pengalaman-pengalaman pribadi dalam berbagai bentuk seperti, foto, audio, dan video jurnalistik kepada orang banyak. 

Ingatlah, berita yang disajikan dalam blog harus menarik dan langsung pada intinya, karena berita dalam media online bersifat untuk dipindai bukan untuk dibaca. Bahasa yang konvensional biasanya disukai oleh khalayak pembaca online. 

Meskipun jurnalistik online masih berkembang di dunia kejurnalistikan, dengan khalayak yang tersebar dimanapun melalui jaringan internet, mereka bisa berkomunikasi satu sama lain. Karakteristik khalayak media online yang heterogen, salah satu cirinya adalah uses and gratifications, jadi mereka memilih media online yang sesuai dengan kebutuhan mereka dan hanya yang memberikan manfaat saja yang akan mereka pilih. 

Tidak lupa kode etik jurnalistik jangan dilupakan meskipun kita menulis di media online, bebas tetapi bertanggungjawab. (Dita F. Alverina/18/02/2014)

Tugas Kuliah Jurnalistik Online 
Dita Fitri Alverina (1211405039)
Ilmu Komunikasi Jurnalistik Semester 6-A
UIN Sunan Gunung Djati Bandung






Opini : Ancaman Golput Pemilu 2014

Tahun 2014 menjadi tahun yang penting bagi negeri kita, karena kurang lebih dua bulan lagi bangsa Indonesia akan mengadakan pesta rakyat terbesar yaitu pemilu legislatif dan  pemilu presiden. Di setiap pemilihan wakil rakyat, kita pasti tidak asing dengan kalangan Goplut (Golongan Putih), mereka  menggunakan hak pilihnya untuk tidak memilih siapapun yang nantinya akan menjadi wakil rakyat dan presiden. 

Ancaman Golput Pemilu 2014
Dari setiap pemilu baik itu di wilayah daerah maupun nasional, yang biasanya diselenggarakan lima tahun sekali, ancaman dari masyarakat yang memilih untuk golput semakin meningkat. Golput pertama ada pada pemilu Indonesia kedua, yaitu tahun 1971. Setelah pemilu pertama yang dinilai demokratis, pada pemilu 5 Juli 1971, jumlah partai politik dipangkas hingga tersisa sepuluh parpol saja. Para aktivis politik dan demokrasi, menganggap  pemerintahan Presiden Soeharto tidak mampu menghadirkan demokrasi.

Sementara itu, dibawah pimpinan Arief Budiman sekelompok partai aktivis menggagas partai tandingan bernama, golput. Golput lahir, sejak pemilu pertama orde baru, yang ketika itu merupakan perlawanan bagi partai penguasa “Golangan Karya”. Reaksi penguasa terhadap golput sangat masif, rakyat diajak secara paksa untuk memilih partai penguasa, karena jika tidak dan memilih untuk golput lalu diketahui penguasa, akan mendapat hukuman. Sehingga masyarakat masih takut untuk masuk golput.

Lain dahulu, lain sekarang. Saat ini yang katanya era post-reformasi, demokrasi dijunjung tinggi, tetapi fenomena golput tetap mengancam. Sayangnya, minat masyarakat memilih calonnya dari pemilu ke pemilu selalu mengalami penurunan, seperti prosentase yang diambil dari salah satu program berita di TV swasta (net tv) menunjukkan pemilu tahun 1992 golput sebanyak 9,02%, tahun 1997 golput sebanyak 10,07%, tahun 1999 angka golput mencapai 10,40%, tahun 2004 prosentase golput hingga 23,34%, dan pemilu 2009 lalu, angkanya semakin tinggi yaitu 29,1%.

Selain pemilu legislatif dan presiden, pilkada juga memiliki jumlah golput yang cukup tinggi. Contohnya saat pemilihan gubernur Jawa Barat, hanya 63,7% yang ikut berpartisipasi dalam pemilihan, sementara pemilihan pilkada Sumatera Utara, jumlah masyarkat yang mencoblos tidak sampai setengahnya yaitu hanya 48,5%. Apa yang menyebabkan masyarakat kita cenderung tidak peduli dengan pemilihan umum. 

Ada beberapa faktor penyebab diantaranya, orang yang tidak ikut berpartisipasi dalam pemilu (golput) terbagi menjadi dua kategori. Pertama, mereka memilih golput karena ideologi mereka yang tidak percaya akan sistem pemilihan umum. Kedua, golput yang disebabkan karena alasan teknis, misalnya tidak terdaftar sebagai daftar pemilih tetap (DPT).

Selain itu, sistem pemerintahan yang dirasa kurang optimal dalam legitimasi dan melayani masyarakat, menyebabkan rakyat skeptis terhadap pemilu. Dari hasil riset Lipi, menyebutkan 60% warga Indonesia kurang tertarik dan tidak tertarik sama sekali dengan masalah politik. Selain itu, temuan dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang katanya 50% pemilih muda akan golput pada tahun ini. 

Di negara yang sistem demokrasinya berjalan normal, sudah biasa kalau pemilu ‘hanya’ diikuti +/- 60% konstituen pemilih bahkan kurang dari itu. Sebagai misal, di Amerika Serikat, berdasarkan data yang dilansir Federal Election Commission (FEC), angka partisipasi dalam pemilu Presiden 2004 hanya mencapai 55,3%. Sementara pemilu legislatif 2006 hanya berhasil menyedot 36,5% suara pemilih . Ini berarti angka ‘golput’ di Amerika berkisar 45-64%. (vide: Akhol Firdaus, Surabaya Post, 27 Maret 2009). Yang tidak memilih mempercayakan saja apapun hasil pemilu, mereka percaya kehidupan berbangsa dan bernegara akan berjalan sebagaimana biasa, karena pemilu tidak dimaksudkan untuk mengubah total sistem dan/atau dasar negara (hal yang terakhir ini, dalam demokrasi, hanya bisa dilakukan melalui satu-satunya pintu, referendum). 

Ancaman golput ini, mengakibatkan Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa haram bagi mereka yang tidak ikut mencoblos dalam pemilu. Memilih adalah hak berharga bagi setiap warga, baik itu mau mencoblos atau tidak rakyat harus tahu konsekuensinya mengapa mereka memilih itu.  
Memperbaiki sistem pemerintahan ke arah yang lebih baik dengan menjunjung legitimasi, mungkin bisa mengurangi prosentase golput dalam pemilu, sehingga rakyat merasa yakin dan percaya terhadap pemerintah. Jauh lebih baik, jika kita bisa ikut berpartisipasi dalam pemilu, karena menentukan nasib bangsa kita di masa depan. Selain itu,  cerdaslah menggali informasi tentang karakter calon pemimpin kita, mengetahui dan mengenal background calon wakil rakyat sangat diperlukan agar Indonesia bisa bangkit dan maju dari segala aspek terutama moral. (Dita F.A)


                                                                                                

Yanhagel, Dulu Hingga Sekarang Tetap Diminati (Seorang Pekerja Dibalik Pembuatan Kue Kering Yanhagel)

Kata Yanhagel mungkin terdengar asing di telinga kita, yanhagel merupakan salah satu kue kering yang memiliki rasa unik dan berbeda dengan kue kering lainnya. Asal mula kata Yanhagel ini diambil dari bahasa Belanda, yaitu Janhagel. Kue kering ini merupakan salah satu kue warisan nenek-nenek kita sedari dulu. Zaman dulu, saat minum teh atau kopi, kue ini menjadi teman yang pas sebagai cemilan mengenyangkan. 
 
Seorang pembuat kue yanhagel, membagi ceritanya ketika proses pembuatan kue. Ibu Anita Mulyawati, berusia 44 tahun yang juga seorang ibu rumah tangga, sudah menggeluti dunia kue kering sejak 2007 lalu. Saat di temui di kediamannya pada Minggu,(09/02) di Jalan Saluyu Indah XVII, Riung Bandung,  kebetulan proses pembuatan sedang berlangsung.



  
Yanhagel merupakan kue yang sudah ada sejak dulu, hanya saja yanhagel yang Anita buat sekarang mengalami perubahan resep. Anita merupakan satu-satunya pekerja dalam pembuatan kue kering yanhagel. Sedangkan pemilik usaha kue rumahan ini adalah Elly, kebetulan saat itu beliau sedang tidak ada di tempat. 

Dengan izin dari Elly, Anita menjelaskan, “Dulu kita mengenal kue yanhagel dengan taburan kacang tanah atau kenari dan gula di atasnya, sedangkan untuk bentuknya dipotong memanjang, menyerupai persegi panjang, tapi yang dibuat disini berbeda.” Ungkapnya sambil memperlihatkan setoples kue yanhagel. 

Perubahan resep yang dilakukan Elly menjadikan kue yanhagel buatannya sangat diminati oleh penikmat kue kering. Resep yang diubah itu, menurut penuturan Anita adalah penggantian kacang tanah dengan kacang mede, selain itu taburan gula diganti oleh keju parut, serta perubahan baik itu penambahan atau pengurangan takaran pada bahan-bahan pembuatan lainnya. 

Anita memaparkan secara umum, bagaimana proses pembuatan kue yanhagel. Bahan utamanya yaitu, gula pasir, mentega, susu, butter, telur, dan terigu. “Semua bahan di campur rata, lalu dicetak mengikuti bentuk loyang, setelah itu olesi dengan telur dan taburi oleh kacang mete serta keju parut, terakhir di bakar dalam oven.” Ujar Anita.

Pemilik usaha ini, Elly merupakan teman kerja suami Anita. Awalnya proses pembuatan kue yanhagel ini bertempat di rumah Elly, ketika akan melakukan proses pembuatan Anita harus datang ke Margahayu, meskipun tidak tiap hari. Akhirnya sejak 2009 semua alat yang digunakan dipindah ke rumah Anita, di Riung Bandung. “Karena saat itu, Saya masih punya anak kecil sehingga kasihan sering ditinggal, jarak tempuh juga jauh, dan biasanya beres mengolah sampai memasukan ke toples hingga jam 5 sore.” Ungkapnya.

Sekarang setelah proses pindah ke rumahnya sendiri, Anita menjadi lebih repot lagi, Anita menambahkan, “Anak-anak Saya sering membantu jika mereka ada d rumah, selain itu bisa ada waktu masak buat keluarga juga, kalau dulu mah, masak juga ga bisa karena udah sore pulangnya.” Tegasnya sambil tersenyum. 

Dalam seminggu, Anita bisa membuat 48 toples kue yanhagel. Sekali proses dalam sehari bisa menghasilkan satu lusin toples. Setelah dua lusin, Anita diantar oleh suaminya mengirimkan toples-toples kue itu ke rumah Elly, selanjutnya oleh Elly-lah diantar ke toko kue prima rasa. Harga jual per toples Rp.50.000,-, kue yanhagel ini hanya tersedia dan dijual di toko kue prima rasa, “Hanya ada di toko prima rasa yang berada di Jalan Kemuning saja.” Ujar Anita menegaskan. 

Sedangkan oleh pihak toko dijual seharga Rp.65.000,- tiap toples. Banyak peminat kue ini yang datang dari luar kota Bandung, mereka adalah pelanggan tetap yang sudah tahu kenikmatan kue yanhagel. Setiap akhir pekan, menjelang libur nasional, atau libur-libur panjang, banyak pesanan dari toko. Oleh sebab itu, Anita sering kewalahan untuk memenuhinya. Pemilik usaha mungkin tidak mengetahui bagaimana repotnya Anita jika harus setiap hari membuat kue.“Mulai dari pagi, sekitar pukul 08.00 udah mulai mengolah dan beres-beres sampai jam 5 sorean, lumayan kewalahan kalau ngerjain sendiri mah.” Ujar Anita.

Seperti saat bulan ramadhan, hampir setiap hari Anita membuat kue, “Bahkan sempat lebaran kemarin, Saya masih membuat kue pas dua hari sebelum hari raya Idul Fitri, untung Bu Elly mengatakan pada pihak toko bahwa pekerjanya harus pulang kampung, kalau tidak mereka pasti terus minta kuenya diantarkan.” Ujarnya 

Sekarang menjelang musim libur anak-anak, libur hari raya natal dan tahun baru, pesanan meningkat hingga dua kali lipat. Apa yang dikerjakan Anita sebenarnya tidak sampai memenuhi keinginan pihak toko. Setelah dikirim, mereka selalu meminta dibuatkan lagi. Meskipun seperti itu, Elly tidak pernah memaksa Anita untuk memenuhi semua permintaan toko, karena Dia tahu bahwa Anita sudah berusaha semampunya. 

Masalah keuntungan, Anita tidak mengetahui karena dirinya hanya sebagai pekerja. Sedangkan pemilik modal dan usaha adalah Elly, Elly juga yang melakukan transaksi dengan toko kue. Tugas Anita hanya membeli bahan-bahan, mengolahnya, lalu mengantarkan ke rumah Elly. 

Dengan upah Rp.30.000,-, Anita di bayar tiap menyelesaikan satu lusin kue yanhagel. Jika dilihat dari pekerjaannya mungkin tidak sesuai dengan upah yang diberikan, padahal membuat kue ini perlu menguasai tekniknya karena tidak semua orang bisa. Tetapi Anita menegaskan, “Alhamdulillah, buat nambah-nambah penghasilan, anak saya 3 semua masih sekolah, kalau mengandalkan gaji suami tidak cukup, rezeki mah sudah ada yang ngatur, selain itu Ibu Elly juga sering memberi bahan makanan tiap Saya mengantarkan kue, seperti minyak goreng, kecap, dan makanan-makanan ringan.” Ungkapnya.

Menurut Anita, kendala dari usaha ini adalah kurangnya tenaga kerja dan teknik pemasarannya. Sedangkan kendala saat proses, Anita mengungkapkan jika sedang dibakar dirinya sering lupa sambil mengerjakan hal lain, ternyata kuenya sedikit hangus dan tidak bisa dimasukkan dalam toples. Sedikit apapun masalahnya, Anita selalu mengatakan itu pada Elly. 

Sejak dulu Anita memiliki keiinginan untuk membuka usaha sendiri, dengan basic dirinya pernah bekerja di salah satu toko kue dan roti saat masih muda dulu. “Iya, pinginnya sih bikin usaha sendiri, biar untungnya buat sendiri juga, cuman masih takut, pemasarannya juga belum jelas, tapi udah ada ide,  mau usaha kue lagi karena saya senang dengan bidang ini.” Kata Anita. Keinginan memiliki usaha sendiri juga didorong oleh keadaan, bahwa suaminya tahun depan sudah pensiun sehingga satu-satunya jalan adalah berbisnis. (Dita F.A)